Radio Siaran - Hidup Segan Mati Tak Mau

Radio Siaran - Hidup Segan Mati Tak Mau
NASIB Radio Siaran saat ini ibarat pepatah 'Hidup Segan Mati Tak Mau'. Setelah digempur Televisi dan berhasil bertahan, Radio Siaran kini dalam "amukan" media internet, terutama Youtube dan berbagai aplikasi musik online.

Sudah banyak rumah yang tidak menyalakan radio. Sudah banyak orang yang tidak lagi mendengarkan radio karena kesibukan dengan media sosial dan WhatsApp (WA).

Namun, secara global, dadio siaran masih eksis. Data UNESCO menyebutkan, radio masih didengarkan oleh 70% penduduk dunia.

Bahkan, Tahun 2016 Radio masih menjadi sumber informasi primer dunia. "In 2016 Radio is still the world’s primary source of information," tulis MWC News mengutip data terbaru The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Data Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) itu menyebutkan, di tengah dominasi teknologi digital sebagai sarana modern penyebaran ingormasi, radio masih menjadi sumber utama informasi bagi kebanyakan orang di seluruh dunia.

"Radio masih menjadi media yang mencapai audiens terluas di seluruh dunia, dalam waktu secepat mungkin," demikian pernyataan UNESCO.

Menurut data PBB, sekitar 44.000 stasiun radio masih setia didengarkan oleh setidaknya lima milyar pendengar atau 70% penduduk dunia.

"Radio adalah platform yang memungkinan orang berinteraksi, dikonsumsi oleh beragam orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda. Bahkan, orang buta huruf sekalipun masih bisa memahami informasi, berinteraksi, memberikan testimoni, dan berpartisipasi di radio," kata jurubicara UNESCO, Mirta Lourenco, kepada Al Jazeera.

Singkatnya, di tengah gempuran media-media baru, termasuk media internet, radio masih eksis, masih punya banyak pendengar setia, alias masih jaya di udara. Profesi penyiar radio pun masih eksis dan punya banyak fans.

Di Indonesia, jumlah radio siaran di tanah air bahkan mengalami lonjakan. Pada 1998, jumlah stasiun radio kurang dari seribu. Saat ini, menurut Data Kementerian Komunikasi dan Informatika, jumlahnya sekitar 3.000 lembaga penyiaran radio.

Namun demikian, popularitas radio memang semakin memudar. Orang kini dengan mudah mendapatkan berita dan hiburan atau lagu di jejaring dunia maya.

Beragam informasi berserakan di Facebook, Twitter, Instagram, dan media sosial lainnya. Segala jenis lagu, lawas dan terbaru, komplit di Youtube. Tak pelak, konsumen media kini ramai-ramai beralih ke media online, terutama media sosial dan aplikasi mobile.

Berdasarkan survei Nielsen 2014, pendengar radio turun hingga 3% per tahun. Sebagai media promosi atau iklan, radio hanya memiliki porsi penetrasi 30% dibanding televisi, majalah dan media lainnya.

Laporan penelitian NPD Group di Amerika Serikat yang dirilis April 2012 menunjukkan, anak muda saat ini lebih mendengarkan musik lewat layanan streaming ketimbang radio FM/AM.

Bahkan, fenomena kemunculan Spotify, pemutar lagu streaming, dalam beberapa tahun ke depan diperkirakan bakal menggerus eksistensi radio siaran, juga pemutar lagu iPod sampai iTunes.

Spotify yang resmi hadir di Indonesia sejak 30 Maret 2016 memiliki kelebihan dari radio, seperti koleksi lagu super lengkap, sangat personal, dan mudah dioperasikan.

Pesatnya pertumbuhan internet dewasa ini menjadi tantangan bagi pengelola studio radio siaran untuk lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan konten. Jika tidak, eksistensi radio akan tersisihkan oleh daya tarik media internet yang mampu menyajikan semua kebutuhan konsumen.

Kalau tidak bisa adaptasi dengan kemajuan teknologi, radio tradisional perlahan akan mati. Agar radio siaran tetap eksis, menambah layanan streaming adalah keniscayaan.

Apa Anda sekarang masih mendengarkan radio? Wasalam.  (http://www.komunikasipraktis.com).*

1 Comments

  1. Dari sisi komsumsi energi Penerima Radio Konvensional bisa didengarkan hanya dengan sumber energi dua baterai kecil yang per baterainya hanya seharga Rp 1500 selama berhari-hari. Baterai yang sama tak akan mampu menyalakan perangakat radio streaming yang paling hemat sekalipun selama 30 detik. Jadi penerima radio konvensinal jauh lebih hemat dibanding radio streaming. Dengan kata lain dengan sumber energi yang sama radio konvensional akan beroperasi ratusan bhkan ribuan kali lebih lama.
    Dari sisi biaya operasinal pendengar radio konvensional tdk dikenakan biaya internet.
    Dari sisi materi radio konvensioal jauh lebih menarik karena spontanitas penyiarnya, benar benar real time dan interaktif. Berbeda dengan radio streaming yang tertunda bbrp detik bahkan bbrp menit. Ini menyebabkan miskomunikasi antara pendengar dan penyiar.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post