THR kepada Wartawan Langgar Kode Etik Jurnalistik

THR kepada Wartawan Langgar Kode Etik Jurnalistik
INSTANSI atau perusahaan yang memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada wartawan melanggar Kode Etik Jurnalistik. Karena itu, Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

Seperti diberitakan Tribunnews, AJI Indonesia meminta pejabat, pengusaha, dan pihak lainnya untuk tidak memberikan uang THR, parcel, atau paket barang kepada wartawan menjelang Idul Fitri 1436 Hijriah kepada wartawan (insan pers/pekerja media).

Menurut Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia, Yudie Thirzano, pemberian THR kepada jurnalis adalah kewajiban perusahaan media, bukan kewajiban narasumber.

"Pemberian semacam itu tidak tepat dan tak sesuai kode etik jurnalistik. Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik melarang para jurnalis menerima suap atau sogokan dalam bentuk apa pun," kata Yudie, Sabtu (27/6/2015).

Ia mengatakan, THR merupakan hak normatif yang harus diberikan pengusaha media kepada seluruh pekerjanya.

Itu seperti diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan.

Berdasarkan ketentuan tersebut, pengusaha wajib membayarkan tunjangan, baik dalam bentuk uang, ataup yang disertakan dengan bentuk lain.

"Mereka yang berhak memperoleh tunjangan meliputi pekerja yang berstatus karyawan tetap dan berstatus kontrak, termasuk jurnalis yang berstatus koresponden, kontributor, dan semacamnya," terang Yudie.

AJI Indonesia membuka Posko Pengaduan THR bagi pekerja media. Posko itu berada di sekretariat AJI Indonesia, Jl Kembang Raya No 6 Kwitang, Senen, Jakarta Pusat. Pekerja media yang tak dibayar uang THR-nya bisa mengadukan melalui nomor telepon (021) 3151214 atau melalui surat elektronik ke pengaduanthr.pekerjamedia@gmail.com.

Kita sepakat dengan AJI. Pembagian THR atau pemberian berupa materi apa pun kepada wartawan adalah suap atau upaya memengaruhi wartawan dalam pemberitaan. Hal itu melanggar kode etik sekaligus memengaruhi independensi media.

Kalangan Humas Instansi/Perusahaan sudah harus menghentikan kebiasan buruk tersebut demi menegakkan kode etik jurnalistik dan mendukung independensi media.

Kalaupun pihak instansi/perusahaan hendak menyampaikan "ucapan terima kasih" atas kerja sama yang baik selama ini dengan pihak media, sebaiknya dalam bentuk pemasangan iklan di media yang bersangkutan. Itu cara legal dan sah. Uangnya masuk ke perusahaan media dan manajemen media bisa menggunakan uang tersebut untuk membayar THR.

Pihak instansi/perusahaan juga harus menolak "proposal THR" yang biasanya diajukan oleh wartawan atau media abal-abal. Proposal tersebut sangat tidak patut. Kalaupun mencari dana buat THR, jalan keluar terbaik adalah menyampaikan "proposal iklan".  Wasalam. (www.baticmedia.com).*

2 Comments

  1. Faridz Ragil RamdhaniJuly 09, 2015

    Faktanya, masih banyak wartawan yang masih menerima hadiah baik berupa uang atau bentuk yang lainnya. Bahkan meomen-momen seperi itu sangat dimanfaatkan sekali oleh para kuli tinta.

    ReplyDelete
  2. Saya lebih setuju bila THR juga dapat diterima oleh wartawan, alasan jangan melihat segi sogok menyogok melainkan apresiasi untuk mereka yang telah melahirkan informasi aktual dan terpercaya

    ReplyDelete
Previous Post Next Post